Bakal dan Calon Lagi

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 7 Juni, 2014.]

Belum lama ini saya membaca istilah “bakal calon Presiden” di beberapa koran, berhubungan dengan pasar Presiden yang sedang diramaikan di Indonesia. Pertama-tama, kelihatan agak janggal, ganjil, dan bersifat mengada-ada. Akan tetapi, setelah direnungkan beberapa saat, saya berubah pikiran dan memahami istilah ini sebagai salah satu bentuk daya cipta bahasa Indonesia yang baik berguna maupun cukup cerdas.

Tanpa alasan yang berdasar, bakal dan calon nyaris secara otomatis dibedakan dalam benak saya. Bakal saya artikan kira-kira sebagai ‘sesuatu yang pasti akan terjadi’, sedangkan calon saya artikan sebagai ‘sesuatu yang mungkin akan terjadi’. Maka, seseorang yang haus akan kekuasaan dan tertarik pada peluang untuk menebalkan kantong sendiri, bisa saja disebut bakal calon Presiden. Begitu pula dengan orang yang dengan tulus ingin memperbaiki nasib Indonesia, tentunya.

Renungan dangkal ini tentu saja terjadi di dalam otak saya sebelum saya membaca kolom bahasa Mulyo Sunyoto yang mencerahkan (24 Mei, 2014) dalam koran ini. Dalam kolom tersebut, diargumentasikan bahwa bakal dan calon memiliki arti yang sama. Dengan demikian, bakal calon bukan saja konyol dan lucu tapi juga keliru. Bakal calon hanya masuk akal kalau calon calon atau bakal bakal masuk akal (bukan calon-calon dan bakal-bakal, lho). Saya terbujuk oleh argumentasi Sunyoto ini, dan merevisi pemahaman asal saya tadi.

Namun, saya tetap perlu membuka KBBI untuk memeriksa kedua lema ini. Dan ternyata, bakal di antara lain diartikan sebagai “yg akan dijadikan”, “sesuatu yang akan menjadi” dan bahkan “calon”. Sementara itu, calon dirumuskan di antara lain sebagai “orang yg akan menjadi”.

Gagasan Sunyoto sepertinya didukung oleh penemuan ini. Namun, yang menarik adalah bahwa di bawah lema bakal juga tercantum bakal calon yang diartikan sebagai “orang yg akan dicalonkan untuk menduduki suatu jabatan pimpinan (spt bupati, gubernur)”. (Mengingat pimpinan adalah “hasil memimpin”, barangkali para penyusun KBBI bermaksud “pemimpin”, tapi itu masalah lain.) Selain itu, setelah membaca KBBI, saya dapat kesan bahwa bakal seringnya berhubungan dengan benda (bakal persawahan, bakal rumah), sedangkan calon berhubungan dengan orang (calon menantu, calon guru, calon presiden).

Karena masih belum jelas, saya mengalihkan perhatian kepada Tesaurus Bahasa Indonesia, karya Eko Endarmoko. Di sana, calon dan bakal memiliki arti yang nyaris sama, dan secara bijak, penyunting tesaurus membedakan arti yang berhubungan dengan manusia dan yang berhubungan dengan benda. Namun, kedua arti tersebut dapat ditemukan baik di bawah lema bakal maupun di bawah lema calon.

Pendek kata, kesimpulan Sunyoto sepertinya mesti kami terima; bakal dan calon memiliki arti yang sama. Dengan kata-kata penulis kolom sendiri: “Bakal tidak dapat dimaknai sebagai eksistensi yang lebih awal dari calon”. Meskipun ini benar semua, saya tetap menyimpan harapan dalam hati saya bahwa lama-lama bakal dan calon justru akan berpisah dan ambil jalan sendiri-sendiri.

Harapan saya justrulah supaya bakal dapat dimaknai sebagai eksistensi yang lebih awal dari calon. Mengingat bahwa bahasa adalah organisme hidup dan bahwa satu-satunya hal yang dapat dikatakan pasti adalah bahwa bahasa akan berubah sesuai zaman, maka tidak mustahil harapan kecil ini dapat dikabulkan. Sepertinya, sebagian nyamuk pers alias wartawan sudah mengawali pekerjaan itu.

 

6 pemikiran pada “Bakal dan Calon Lagi

  1. Bakal yang digandengkan dengan calon memang janggal dan membingungkan. Selama ini saya terbiasa meyerap bakal sebagai sesuatu untuk benda mati atau penjelas keterangan kata kerja, sedang calon untuk makhluk hidup.
    Seperti, “Kamu bakal pergi?” Itu searti dengan akan untuk bakalnya. Sedang calon bisa untuk hewan, manusia, atau tumbuhan. Tak ada ‘kan istilah calon batu, hehe.
    Jadi, membaca tulisan yang menyandingkan bakal dengan calon secara langsung seperti itu terang saja membuat saya seakan linglung. Ada apa dengan penulis yang bersangkutan? Atau penutuir bahasa demikian?
    Mungkin lain halnya jika kalimat ditulis sebagai, “Siapa yang bakal terpilih sebagai calon R1?” Apakah penutur bahasa sekarang mulai senang menyingkat (atau mempersingkat) kalimat agar dianggap efektif padahal bias dan membingungkan?
    Saya merasa seperti semut kecil yang berteriak di tengah derap kebisingan “primata besar” yang memangsa bahasa nasionalnya sendiri.
    Salam hangat, Pak Andre. Senang bisa membaca tulisan Anda yang menggelitik dan mencerahkan. Juga merangsang kegelisahan saya. Senang bisa berkawan dengan yang peduli pada bahasa Indonesia.

  2. Apalagi kalau “bakal calon kandidat” [sic1]
    Nah, ini baru yang namanya “dobel-ganda-rangkap-dua”…
    Salam…. tks share kolom bahasanya!

  3. Apalagi kalau “bakal calon kandidat” [sic!]
    Nah, ini baru yang namanya “dobel-ganda-rangkap-dua”…
    Salam…. tks share kolom bahasanya!

  4. Sepakat! Bakal Calon adalah bentuk pleonasme dalam bahasa Indonesia: seperti misalnya, alternatif lain, warga masyarakat, bakal calon, adalah merupakan, prioritas utama, dst. Mungkinkah dipengaruhi bahasa feodal di birokrasi selama 32 tahun?

  5. kalau menurut saya sih, calon itu berarti sudah resmi dicalonkan. sedangkan bakal calon berarti belum resmi dicalonkan atau baru akan dicalonkan. ini cuma pendapat orang awam, hehe..

  6. Koq sy memaknai dg cara yg agak berbeda sedikit. Bakal sy pandang sebagai sebuah peristiwa yg akan terjadi – seolah sebagai sebuah prediksi. Sedangkan calon memang biasanya untuk menunjuk kepada orang. Bisa jadi bakal dan calon adl sebuah peristiwa yg berbeda. Artinya ketika bakal itu sudah terjadi maka kata itu akan hilang dg sendirinya, tinggal calon dst. Jadi dlm pemakaiannya berurutan, bakal calon presiden – ini sebuah prediksi. Ketika prediksinya masuk maka akan menjadi calon presiden. Ketika calon itu sdh resmi mk akan menjadi presiden sj yg tertinggal.

    Mungkin sy hy bermain dg logika, tp harapan sy semoga bahasa kita menjadi semakin dikenal dunia karena bahasa Indonesia itu sebenarnya mudah dipelajari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *