Lari dan Kawan-kawan

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 28 Oktober, 2017]

Besok pagi, Mandiri Jakarta Marathon (MJM) akan digelar untuk kali kelima. Ribuan pelari dari sejumlah negara akan berkeringatan di jalan-jalan ibu kota, dengan niat menaklukkan jarak yang klasik ini: 42,2 km. Kata maraton sendiri sudah saya bahas secara singkat pada kesempatan yang lain di koran ini (3 Mei, 2014). Jadi di bawah ini saya hanya akan fokus pada kata lari dan beberapa bentuk yang dapat diciptakan darinya.

Kata kerja lari menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ‘melangkahkan kaki dengan cepat yang pada setiap langkahnya kedua kaki tidak menjejak tanah’. Kita harus berprasangka baik dan merasa yakin bahwa semestinya penjelasan ini diikuti “pada saat yang sama”, karena berlari secepat apa pun, kaki mesti turun ke bumi juga. Lebih menarik barangkali mencatat bahwa lari itu selalu cepat menurut kamus ini. Maksudnya mungkin lebih cepat daripada berjalan, yaitu ‘melangkahkan kaki bergerak maju’. Kalau kita lari dengan lebih pelan, kita bisa dibilang sedang lari-lari yang menurut kamus ini adalah ‘berlari dengan langkah pendek-pendek dan pelan-pelan”. Jadi, semoga yang ikut Jakarta Marathon besok bisa lari atau berlari (cepat) dan tidak lari-lari atau berlari-lari (pelan-pelan), supaya sampai di Monas lagi sebelum terlalu panas. Yang saya dengar, bagi yang berlari-lari juga ada risiko air minum sepanjang rute maraton ini habis, supaya para peserta mesti mampir di toko terdekat untuk membekali diri sendiri walau sudah bayar mahal-mahal untuk ikut serta dalam acara ini.

Tahun ini, konon ada tiga terobosan anyar di Jakarta Marathon. Salah satu dari terobosan inilah yang membuat saya merasa terpaksa menulis kolom bahasa ini, yaitu peluncuran lagu tema ciptaan Albert Juwono. Penyanyi Alina dapat tugas menyampaikan ciptaan ini untuk menyemangatkan para pelari. Judulnya? “Kuberlari”. Ada yang terasa janggal, kan? Berlari adalah kata kerja aktif, sedangkan sufiks ku- hanya dipakai dalam bentuk pasif. Dua sistem bertabrakan. Semestinya Aku berlari atau Aku lari. Apakah kita bisa berprasangka baik lagi dan menyatakan bahwa pencipta lagu memiliki kebebasan artistik dan dengan demikian dapat bekerja di luar tata bahasa yang baku? Mungkin, tapi tetap aneh. Dan bagaimanapun, tagar yang dikedepankan (#kuberlari) pasti akan diminati di media sosial.

Ada satu bentuk dari kata dasar lari yang belum tercantum dalam KBBI yang ingin saya kedepankan, yakni bentuk lelarian. Arti kata ini, setidaknya sebagaimana saya memakainya saat ini, kira-kira adalah ‘n. kegiatan berlari, aktivitas berlari’. Kata ini dengan mudah dapat bergabung dengan kata-kata lain untuk menjelaskan ini lelarian apa, seperti lelarian jauh, lelarian santai, lelarian interval, lelarian mingguan, lelarian para jomblo dan seterusnya. Barangkali usulan kata ini tidak jauh berbeda dengan pelarian (“perihal berlari”).

Akhirulkata, bagi teman-teman yang akan berlari (jangan berlari-lari dong!) di Jakarta besok, saya berharap kalian akan merasa seperti perahu di daerah Bone dan Buton yang kebetulan disebut pelari juga. Perahu tradisional ini terdiri dari satu tiang layar utama dengan lima buah layar. Semoga Jakarta berangin besok supaya layar-layar kalian penuh terus sampai garis finis. Saya berharap pada suatu saat nanti saya bisa ikut meneteskan keringat di ibu kota selama 42,2 km tersebut.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *