Unta Arab

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 10 Desember, 2019

Dulu ketika anak perempuan saya masih kecil, salah satu anggota keluarga besar di Jawa naik haji, dan Naima dapat oleh-oleh boneka unta. Ia senang tak kepalang, dan bagaimana tidak? Untanya halus dan lucu. Meskipun unta berkemungkinan besar berasal dari Asia Tengah (Kazakhstan, Mongolia, dan Cina utara), hewan ini sudah jadi lambang kawasan Timur Tengah dan Islam. Berulang kali unta disebut dalam Alquran. Tidak aneh dijadikan oleh-oleh dari tanah suci.

Lama saya menduga bahwa kata unta ini juga berasal dari bahasa Arab. Namun  ternyata, dugaan ini tak berdasar dan oleh karena itu juga keliru. Unta berasal dari bahasa Hindi (umt), sedangkan unta dalam bahasa Arab disebut jamal. Orang Mesir menyebutnya gamal dan dari situlah kata seperti camel (bahasa Inggris) dan kamel (bahasa Swedia) berasal. Kata ini juga terdapat dalam bahasa Latin (camelus) dan Yunani Kuno (kamelos). Unta itu ada dua jenis: yang berpunuk tunggal, Camelus dromedarius, dan yang berpunuk ganda, Camelus bactrianus. Menariknya, jenis terakhir ini biasa disebut unta saja dalam bahasa Indonesia, sedangkan yang pertama disebut unta arab. Orang Arab pun menyebutnya demikian: jamal arabi.

Adapun kata lain yang dalam dugaan keliru saya berasal dari bahasa Arab, padahal tidak. Saya menduga saya tidak sendiri dalam dugaan ini. Salah satu contoh adalah kata kurma. Mungkin karena buah ini begitu melengket pada bulan Ramadan di Indonesia dan karena diketahui ia tumbuh di daerah Arab, tidak susah membayangkan kata kurma juga berasal dari bahasa Arab. Namun,  tidak. Kurma dalam bahasa Arab disebut tamr, sedangkan kurma dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Parsi (khurma). Namun, yang rajin membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia juga akan menemukan lema tamar di sana, dengan penjelasan “buah kurma”. Cukup menarik dicatat bahwa KBBI juga mencatat tamar hindi sebagai “asam jawa”. Tamr hindi dalam bahasa Arab jadi “kurma India”. Dalam sejumlah bahasa, seperti Inggris dan Swedia, asam jawa atau kurma India ini disebut tamarind, yang tentu berasal dari tamar hindi tadi.

Saya juga sempat menduga bahwa kata bazar berasal dari bahasa Arab, tapi lagi-lagi saya sesat. Kata ini, yang merupakan asal-usul untuk kata pasar dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Parsi. Dalam bahasa Arab, di lain pihak, pasar disebut suuq. Ternyata, pasar dan bazar dalam bahasa Indonesia tidak memiliki arti yang sama, walaupun yang pertama berasal dari yang kedua. Bazar dijelaskan di dalam KBBI sebagai “pasar yang sengaja diselenggarakan untuk jangka waktu beberapa hari; pameran dan penjualan barang-barang kerajinan, makanan, dan sebagainya yang hasilnya untuk amal; pasar amal”. (Mengapa kata sengaja mesti jadi bagian dari penjelasan ini cukup susah ditangkap (sukar membayangkan pasar dalam bentuk apapun diselenggarakan secara tak sengaja), tapi itu merupakan masalah lain.)

Nah, tulisan pendek ini mungkin hanya menelanjangi kekurangpahaman saya mengenai hubungan di antara beberapa bahasa, tapi mungkin ada di antara para pembaca yang mengalami hal serupa dan merasa sedikit tercerahkan. Yang jelas, si boneka unta yang disebut di atas sudah menghilang entah ke mana. Barangkali sudah kembali ke Kazakhstan dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *