Jadi Orang Bulé

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada tanggal 28 Mei 2005.]

ORANG asing, bulé, wong londo. Ketiga istilah ini dipakai di Indonesia untuk menyebut seseorang yang berasal dari Eropa atau Amerika Utara. Dari istilah-istilah ini, mungkin hanya yang pertama yang dapat dianggap sopan, sedangkan yang lainnya sedikit banyak bersifat menyindir atau malah menghina walau para pemakai istilah ini tidak selalu menyadari hal tersebut. Lebih lagi, semuanya mengandung unsur yang membuatnya sulit dipakai dalam bahasa sehari-hari.

Disebut sebagai orang asing, walaupun istilahnya sendiri terasa sopan, lama-kelamaan tidak mengenakkan dan tidak pasti benar dalam semua keadaan. Bayangkan, misalnya, seseorang yang asal-usulnya terletak di salah satu negara Eropa yang telah bertempat tinggal di Indonesia selama sepuluh tahun dan sudah fasih berbahasa Indonesia dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Bayangkan lagi bahwa ia sudah pindah kewarganegaraan dan menghabiskan segala waktu, daya, dan uang untuk membangun kehidupan baru di Indonesia. Apakah orang seperti itu pantas disebut “asing”? Bukankah ia sudah tidak asing lagi?

Kata asing ini mengisyaratkan sesuatu yang aneh dan lain daripada yang lain. Dalam arti tersebut, ia berperan sebagai pemisah-di antara masyarakat setempat dan si pendatang-dan tidak menggambarkan keadaan yang nyata. Lebih lanjut lagi, kata asing ini tidak enak dipakai untuk menyebut seseorang yang memang sudah tidak asing lagi. Ketika saya beserta istri pindah dari Indonesia ke Swedia, kami tukar status. Dia mewarisi keasingan saya yang sudah menghantui saya selama di Indonesia, tapi saya tetap tidak bisa menyebutnya “orang asing”. Bagi saya, dia bukan saja tidak asing, tapi malah orang yang paling dekat dan akrab dengan saya. Jadi, mustahil menyebutnya “asing”.

Nah, kembali ke Indonesia lagi. Kata bulé juga dengan mudah cukup mengganggu telinga-telinga non-Indonesia meski sebagian artis ibu kota seolah-olah menganggapnya cukup keren dan sangat memikat. Bulé atau bulék ini berasal dari kata bulai yang dipakai untuk menggambarkan seseorang yang menderita penyakit atau kelainan kekurangan pigmen alias albino. Walaupun kami (orang-orang bulé) pada umumnya berkulit terang dan jadi merah seperti kepiting kalau kena matahari Indonesia, tidak semua dari kami yang benar-benar albino. Malah sangat sedikit.

Lebih lanjut, dalam era globalisasi ini warna kulit memang sudah tidak bisa jadi patokan untuk mencari tahu atau menggambarkan asal-usul seseorang. Dengan kata lain, ada-ada saja “orang bulé” yang gelap seperti malam hari dan keadaan tersebut tidak masuk akal secara tata bahasa tadi.

Wong Londo, yang artinya ‘orang Belanda’, tentu saja juga tidak pas. Dua ratus tahun yang lalu, ketika hampir semua orang di Indonesia yang berasal dari luar merupakan orang Belanda, istilah ini mungkin cukup masuk akal. Namun, sekarang ia telah usang. Dan saya yakin sejumlah orang Perancis dan Swedia, misalnya, yang tinggal di Indonesia pada zaman penjajahan juga tergelikan telinganya ketika disebut sebagai orang Belanda. Memakai istilah ini pada zaman kini sama saja dengan menyebut semua orang Asia di Eropa sebagai orang Jepang, misalnya.

Jika ketiga istilah ini tidak terlalu tepat dipakai, kira-kira istilah apa yang dapat digunakan? Yang jelas, mister juga tidak pas, apalagi jika yang disebut ialah seorang perempuan (ya, itu terjadi!). Dengan jumlah suara mutlak, sang istri dan saya sudah sepakati kata pendatang-yang sudah saya pakai di atas-untuk orang-orang yang memiliki asal-usul dari luar Swedia sekarang. Kiranya istilah ini juga dapat dipakai di Indonesia.

Namun, istilah ini tidak sepenuhnya bebas kendala sebab ia dapat mengisyaratkan bahwa yang disebut baru saja datang dan belum lama jadi penduduk setempat. Lagi-lagi, perlu kita tanya, apakah seorang anak yang salah satu orangtuanya pendatang menjadi pendatang juga? Atau mungkinkah ia langsung jadi orang bulé saja?

André Möller Sedang Menyelesaikan Kamus Swedia-Indonesia. Tinggal di Landskrona, Swedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *