Bencana Katastropik

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 2 Maret, 2019]

Bahasa yang digunakan di negara yang sering dilanda bencana tentu saja memerlukan sejumlah kata dan istilah terkait bencanaitu. Setelah tahun 2004, kata tsunami, yang berasal dari bahasa Jepang mendunia, jadi bagian dari bahasa Indonesia. Meski begitu, bahasa Aceh telah kenal kata smong sebagai penggantinya. Sampai sekarang, kata yang mencerminkan kearifan lokal ini belum masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata tsunami, di lain pihak, teleh terekam dengan arti “gelombang laut dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di dasar laut (biasanya terjadi di Jepang dan sekitarnya)”. Rujukan ke Jepang terasa agak janggal, mengingat dekatnya Indonesia dengan gempa bumi dan tsunami .

Dari sisi bencana alam, tahun 2018 merupakan tahun yang berat bagi Indonesia. Gempa bumi terajadi di luar Lombok. Gempa bumi dan tsunami yang diakibatkannya memorakporandakan Palu dan sekitarnya. Awal 2019 pun Anak Krakatau berulah. Aktivitas beberapa gunung api meningkat. Hampir bisa dipastikan bahwa sejumlah bencana alam yang lain menanti.

Ilmuwan dan wartawan pun terlihat semakin aktif memberi peringatan terhadap apa yang akan bisa terjadi. Kompas menurunkan artikel dengan judul “Ancaman Bencana Katastropik di Jawa” di halaman pertama beberapa saat yang lalu untuk ambil bagian dari gerakan ini. Dari segi bahasa, judul ini menarik dicermati. Bencana, menurut KBBI, adalah kata benda: ‘sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan; kecelakaan; bahaya’. Rasanya, bencana ini tidak jauh dari bahasa Inggris catastrophe. Kamus Inggris-Indonesia (Echols dan Shadily) memang menerjemahkan catastrophe  ‘malapetaka, bencana alam’. Entah mengapa alam mesti dicantumkan, padahal tak semua bencana atau malapetaka merupakan bencana alam. Bencana mesti dikatakan dekat dengan catastrophe yang diserap dari bahasa Yunani (katastrophe) pada abad ke-16. Awalnya hanya dipakai untuk menggambarkan bagian akhir dari sebuah drama, tapi dua ratus tahun kemudian kata ini sudah dipakai seperti pada zaman ini.

Nah, bagaimana dengan kata katastropik yang digunakan oleh Kompas ini? Pencarian di KBBI, Tesamoko, atau kamus-kamus lain yang ada di dekat saya, hanyalah usaha yang sia-sia belaka. Katastrop, katastrof, katastropik atau katastrofik tak ditemukan di mana-mana. Kami menduga katastropik hendak dipahami sebagai kata sifat dan menyerupai catastrophic. Oxford Living Dictionaries memberi contoh “a catastrophic earthquake”, yaitu gempa bumi ‘katastropik’, dan “catastophic damage”, atau kehancuran ‘katastropik’. Maka, katastropik mesti dimaklumi sebagai kata sifat dengan arti kira-kira bersifat ‘bencana’. Dengan kata lain, bencana katastropik itu sama dengan bencana yang bersifat bencana, atau dengan kata lain lagi sebuah komposisi kata yang agak canggung. Sebagai perbandingan, kita tidak bakal mengatakan manisan manis, karena dalam kata pertama sudah jelaslah bahwa barangnya manis. Dengan analogi yang sama, bencana katastropik jadi bentuk yang melewah.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *