Amin

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Majalah Tempo, edisi 8 Agustus 2020

Beberapa saat yang lalu, istri saya terima tulisan doa di media sosial. Sebagai orang sopan sekaligus beradab, ia menjawabnya dengan amin. Entah karena merasa sok suci, entah lantaran masuk golongan “kiai dadakan” (yang akhir-akhir ini sepertinya tumbuh subur), si pelantun doa merasa wajib menggurui istri saya itu karena menurut dia, amin tersebut keliru, bahkan mungkin salah besar. Istri saya ngeyel, kemudian minta dukungan dari saya. Saya pun mendukung.

Lanjut membaca

Gendut, Hitam, Pesek, Pendek

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Majalah Tempo pada edisi 01 Februari 2019]

Pada akhir tahun 2018 lalu, saya menyempatkan diri berlari di Jalan M.H. Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman dalam rangka Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day dalam BIB- Bahasa Indonesia Baru). Alangkah asyiknya berlari dengan bebas di pusat kota sampai Blok M dan kembali lagi untuk swafoto di Bundaran Hotel Indonesia sebelum sampai di Monumen Nasional lagi. Tidak jauh dari Sarinah, lelarian saya tiba-tiba terhenti sebab saya melihat papan di pinggir jalan yang bertuliskan: “Kamu gendut? Kami punya solusinya!” Saya terperanjat, dan merasa terpaksa berhenti dan memfoto tulisan canggung ini. Kalau tulisan itu tidak difoto, anak-anak saya tidak bakal percaya, gumam saya sendiri. Tempatnya sepi. Tak ada satu orang pun yang datang ke situ untuk mengaku gendut dan minta solusi yang lebih kilat daripada berlari atau berolahraga lain.

Lanjut membaca