Daerah (Tak Begitu) Istimewa

[Tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Kompas pada 23 November, 2013.]

Dalam imajinasi populer, Yogyakarta sering menjelma sebagai penegak sekaligus pembela kebudayaan dan bahasa. Di sekitar alun-alun utaralah, bahasa Jawa dalam bentuk paling halus dapat didengarkan, dan di sekitar alun-alun selatanlah kesenian-kesenian Jawa bisa disaksikan dalam bentuk paling sempurna. Pas rasanya ketika Kongres Kebudayaan Indonesia belum lama ini berlangsung di Yogyakarta dan mengumpulkan lebih dari lima ratus budayawan dari seluruh Nusantara. Barangkali para budayawan ini sangat ingin menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana kebudayaan dan bahasa berkembang, dibela dan dihayati di kota ini.

Lanjut membaca